Jumat, 10 Oktober 2014

Asal-usul Nama Indonesia



Kata orang apalah artinya sebuah nama. Ya, apa artinya nama? Apakah pada akhirnya nama memang sesuatu yang benar-benar ‘unik’, yang dapat membedakan ‘kita’ dengan ‘yang lain’? Nah, kalau sama terus kenapa? Dan kalau beda, memang mau apa?

Pertanyaan itu mungkin bisa kita renungkan bersama. Nah, kalau begitu kita pelajari dulu yuk asal-usul nama INDONESIA.


Pada zaman purba kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai atau Kepulauan Laut Selatan. Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini DwipantaraKepulauan Tanah Seberang, nama yang diturunkan dari kata Sansekerta,dwipa, yang berarti pulau dan antara yang berarti luar atau seberang.

Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Ramayang diculik Ravana, sampai ke SuwarnadwipaPulau Emas, yaitu Sumatra (sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Sedangkan, bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-JawiKepulauan Jawa. Nama Latin untuk kemenyan adalahbenzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra.


Tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.” Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, a distinctive name, sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama, Indunesia atau Malayunesia, nesos, dalam bahasa Yunani berarti Pulau. Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis, “… the inhabitants of the Indian Archipelago or malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.”

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia, Kepulauan Melayu, daripada Indunesia atau Kepulauan Hindia, sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago, Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan ini, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan,“Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.” Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan bukuIndonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.

Putra pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan namaIndonesische Pers-bureau.

Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda, yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging, berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Dalam satu tulisannya Bung Hatta pernah  menegaskan, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut Hindia Belanda. Juga tidak Hindia saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.“

Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah namun masukkanya Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 membuat Hindia Belanda ‘lenyap’ dan pada akhirnya tergantikan dengan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar